Selasa, 06 November 2012


Kebijakan Pemerintah Indonesia
Terhadap Krisis Ekonomi 1997 - 1998
Hapsari Widayani, J. Asfirotun, Siti Iqlima Zeinia

Abstrak
Jurnal ini membahas tentang krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1998. Krisis ekonomi tahun 1998 membuat perekonomian Indonesia menjadi tidak terkendali. Banyaknya pengangguran, nilai mata uang turun, dan harga barang pokok naik drastis. Dalam keadaan seperti ini pemerintah melakukan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan untuk meredakan krisis yang terjadi saat itu. Dalam kebijakan moneter terdapat 6 cara dalam mengatasi krisis. Keenam cara itu adalah open market, politik diskonto, politik sanering, kredit selektif, rasio cadang wajib, dan himbauan moral. Semua kebijakan itu bertujuan untuk mengatasi inflasi yang terjadi saat itu. Selain kebijakan moneter, pemerintah juga melakukan kebijakan fiskal. Berbeda dengan kebijakan moneter yang terkonsentrasi pada otoritas moneter dalam bentuk pengendalian agregat moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan, kebijakan fiskal terkonsentrasi pada anggaran dan pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Tujuan penulisan jurnal ini adalah memberikan informasi mengenai cara menanggulangi permasalahan yang terjadi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Metodologi yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah dengan melakukan studi pustaka. Kami mencari bahan – bahan/materi melalui jaringan internet dan buku.
Kata kunci: Inflasi, krisis ekonomi tahun 1998, kebijakan fiskal, kebijakan moneter.
      I.            PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang 
Perekonomian di Indonesia tidak selalu berjalan dengan mulus. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menjelang akhir tahun 1997 dan mencapai klimaksnya pada tahun 1998 sangat memukul perekonomian nasional. Pada tahun 1998 PDB merosot tajam membuat pendapatan per kapita menurun drastis. Krisis ekonomi tersebut diawali oleh krisis keuangan atau krisis rupiah. Nilai tukar rupiah tiba – tiba mengalami depresiasi pada pertengahan 1997 dan terus berlangsung hingga tahun 1998, hingga akhirnya pemerintah membiarkan nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran) karena telah terjadi pelarian modal (dalam dolar AS) secara mendadak dan dalam jumlah yang sangat besar, yang membuat permintaan dolar AS di pasar domestik meningkat tajam yang akhirnya sesuai mekanisme pasar mendorong ke atas kurs rupiah terhadap dolar AS.
Menjelang pertengahan 1997, ekonomi dari negara – negara Asia khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan, mulai menunjukkan kecenderungan memanas, salah satu tandanya adalah laju inflasi yang mulai merangkak naik. Beberapa dari sejumlah indikator makroekonomi lainnya juga menunjukkan adanya suatu bahaya terselubung. Terutama neto tabungan investasi yang negatif, yang menandakan bahwa di negara – negara tersebut selama periode tersebut menjelang krisis telah terjadi kelebihan investasi. Hal ini memang berpotensi menjadi penyebab krisis, terutama jika sebagian besar dari kelebihan investasi tersebut (yang artinya sebagian dari kebutuhan investasi tidak dapat ditutup oleh tabungan dalam negeri) dilakukan di sektor – sektor yang tidak diperdagangkan secara internasional, seperti misalnya apartemen, pertokoan dan konstruksi lainnya. Juga neraca fiskal yang menjelang tahun 1998 semakin defisit dan ini biasanya menimbulkan kenaikan utang, khususnya dari luar negeri. Defisit pemerintah yang berkelanjutan atau cenderung membesar bisa memberi suatu indikasi bahwa suatu saat pemerintah tidak sanggup lagi berperan di dalam ekonomi lewat pengeluarannya secara optimal, dan suatu hal yang negatif bagi kelangsungan ekonomi, khususnya ekonomi yang masih sangat bergantung pada pengeluaran pemerintah.
Kecenderungan ekonomi dari negara – negara di Asia memanas yang akhirnya bisa meledak, membuat para investor asing yang memegang beberapa saham dari perusahaan besar mulai khawatir dan akhirnya para investor asing menjual semua saham – saham yang mereka pegang.
Krisis ini benar – benar diluar dugaan karena banyak anggapan bahwa Indonesia pada saat itu mempunyai fundamental perekonomian yang kuat. Namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Setelah terbuai selama dua dekade dengan perekonomian yang serba gemilang, pada akhir tahun 1998 Indonesia mengalami kejadian yang terasa pahit yaitu mengalami keterpurukan dalam bidang ekonomi akibat terjadinya inflasi yang begitu besar. Krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar bath di Thailand berkembang menjadi krisis ekonomi global dan berlanjut lagi menjadi krisis sosial hingga menyentuh dunia politik.  
Selain karena permasalahan itu, terdapat beberapa penyebab terjadinya krisis tahun 1998 di Indonesia. Adapun penyebabnya adalah tingginya stok hutang luar negeri swasta dan umumnya berjangka pendek, hal ini menimbulkan efek ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Selain itu penyebab lainnya adalah lemahnya system perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Krisis yang sudah berjalan sejak pertengahan tahun 1997 berkembang semakin buruk dalam tempo yang cepat. Dampak krisis ini mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat Indonesia terutama yang berhubungan dengan dunia usaha. Banyak pengusaha atau perusahaan mengalami kerugian yang cukup signifikan dan menutup perusahaannya.
Berdasarkan permasalahan diatas dapat kita ketahui tujuan dari pembuatan jurnal ini yaitu agar mengetahui dampak dan cara menanggulangi inflasi di Indonesia. Pembahasan ini akan menitikberatkan pada dampak, cara atau peran pemerintah menghadapi krisis ini, serta keterkaitan antara inflasi dengan kebijakan moneter dan fiskal.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi 1997-1988 di perekonomian Indonesia? 
     II.   BAHAN dan METODE
Dalam penulisan jurnal ini, kami memperoleh data/bahan dari buku dan internet. Metodologi yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah dengan melakukan studi pustaka. Kami mencari bahan – bahan/materi melalui jaringan internet dan buku. 
  III.   HASIL
Jika dilihat dari kasus inflasi tahun 1998, pemerintah lebih banyak menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang dipakai saat itu adalah open market dan fasilitas diskonto. Target ini akan dicapai melalui pengendalian uang primer (M0), daripada dengan cara membatasi pemberian kredit.

Pengendalian uang primer antara lain dilakukan dengan cara mengaktifkan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Suku bunga SBI dipertahankan pada tingkat yang relatif tinggi di atas 20 persen sejak bulan Januari 1998. Suku bunga SBI kemudian ditingkatkan lagi pada tanggal 23 Maret 1998, misalnya SBI 1 bulan dari 22 persen menjadi 45 persen (dengan tingkat bunga efektif tahunan sebesar 55 persen). Pada giliran selanjutnya dengan suku bunga perbankan yang tinggi diharapkan dapat menahan kecenderungan meningkatnya aliran modal keluar.

Pengendalian diatas termasuk ke dalam open market yaitu menjual surat berharga. Menjual surat berharga bertujuan untuk menukar uang dengan surat berharga. Hal ini bertujuan agar menurunnya uang beredar. Selain itu pemerintah juga menaikan suku bunga di bank. Hal ini dilakukan agar masyarakat mau menginvestasikan uang mereka di bank. Tujuannya adalah agar uang yang beredar di masyarakat turun.

Selain pengendalian diatas pemerintah juga memakai kebijakan fiskal yaitu dengan cara menikkan pajak. Pada dasarnya inflasi adalah menjaga agar uang beredar tidak terlalu banyak. Hal ini untuk menstabilkan perekonomian di negara tersebut. Dengan begitu pemerintah harus menaikan pajak agar masyarakat tidak membeli barang-barang. Namun konsekuensinya adalah daya beli masyarakat menurun. Oleh karena itu cara yang diambil pemerintah saat itu kurang berdampak penuh pada perekonomian Indonesia.

Dalam jurnal ini akan dijelaskan mengenai kebijakan moneter dan kebijakan fiskal lebih dalam. Artinya, jurnal ini akan memberikan contoh apa yang akan terjadi jika memakai kedua kebijakan tersebut.

·         Kebijakan Moneter
Dalam kebijakan moneter terdapat 6 cara untuk mengatasi masalah perekonomian makro. Keenam cara tersebut adalah open market, politik diskonto, politik sanering, kredit selektif, rasio cadang wajib, dan himbauan moral.

Keenam cara tersebut adalah untuk mengatasi uang yang beredar. Seperti halnya open market dengan cara membeli atau menjual surat berharga. Lalu politik diskonto dengan cara menaikan atau menurunkan suku bunga agar masyarakat berkeinginan untuk berinvestasi. Sedangkat politik sanering untuk menurunkan nilai mata uang. Jika nilai mata uang terlalu tinggi, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan ini agar nilai mata uang turun yang tadinya Rp. 1000 menjadi Rp.1

Kredit selektif dilakukan pemerintah untuk mengurangi uang beredar di masyarakat. Bank harus melalukan kredit selektif dengan cara memberikan syarat dan ketentuan berlaku untuk peminjaman kredit bagi masyarakat. Ini juga termasuk ke dalam rasio cadangan wajib dan himbauan moral. Bank dihimbau untuk melaksanakan kredit selektif bagi masyarakat yang ingin melalukan pinjaman.

·         Kebijakan Fiskal
Dalam kebijakan ini terdapat beberapa cara, namun pada intinya adalah pengurangan belanja pemerintah dan atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian.

Kebijakan fiskal terkonsentrasi pada anggaran dan pajak. Contohnya adalah menaikan pajak agar daya beli masyarakat menurun. Jika terjadi penurunan pada daya beli masyarakat akan berdampak pula pada penurunan uang beredar.
Dalam kebijakan fiskal terdapat dua cara lagi yaitu, efek pengganda dan kebijakan fiskal dari sisi penawaran.
a.      Efek Pengganda
Dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain.
Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan.

b.      Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran
Kebijakan fiskal dapat secara langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran agregat.
Kebijakan ini sangat bermanfaat untuk mengurangi angka pengangguran akibat inflasi dan dapat menurunkan harga barang. Caranya adalah menurunkan pajak. Kebijakan ini berpihak pada sisi penawaran. Oleh sebab itu caranya adalah dengan menurunkan pajak. Dengan adanya penurunan pajak, perusahaan bisa membeli bahan baku. Otomatis dengan bertambahnya bahan baku, perusahaan membutuhkan tenaga kerja untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu pengangguran dapat teratasi.
Kebijakan ini bisa membuat pendapatan negara bertambah. Jadi, kebijakan ini bisa memberikan berbagai manfaat seperti naiknya pendapatan nasional dan berkurangnya pengangguran.

IV.            PEMBAHASAN
Jurnal ini mengangkat kasus krisis tahun 1998 yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 1998, krisis tersebut mengakibatkan inflasi yang cukup tinggi. Dilihat dari perkembangan ekonomi pada saat itu terjadi kenaikan harga barang secara keseluruhan dan terjadi secara terus menerus. Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998.

Selain itu dalam perkembangan nilai mata uang juga mengalami penurunan yang sangat signifikan. Nilai tukar rupiah sangat lemah jika dibanding dollar yang naik hingga 100%. Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. Faktor non-ekonomi ini diperkirakan tetap berpengaruh besar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan mendatang.

Lonjakan likuiditas perekonomian dalam situasi sektor riil yang lesu menyebabkan dorongan inflasi semakin kuat. Hal ini tercermin dari kenaikan inflasi yang mencapai 33,09 persen dalam periode Januari - April 1998. Dalam rangka menekan inflasi selama tahun 1998, Bank Indonesia telah menyusun program keuangan. Pertumbuhan likuiditas perekonomian direncanakan 16 persen dalam tahun 1998.

Inflasi dalam tahun 1998 diperkirakan akan mencapai tingkat yang tertinggi sejak tahun 1970. Perkiraan ini berdasarkan pencapaian inflasi sebesar 35,07 persen selama periode Januari - Mei 1998. Angka inflasi yang relatif tinggi tercatat sebesar 33,3 persen pada tahun 1974.

Berdasarkan tingkat inflasi dan bobotnya maka kelompok bahan makanan merupakan penyumbang inflasi terbesar selama lima bulan terakhir ini. Dalam kelompok ini tercatat beberapa jenis komoditi yang memberikan sumbangan besar terhadap inflasi, seperti bawang merah, tomat sayur, ikan segar, telur ayam ras, beras, dan minyak goreng. Namun demikian kenaikan harga dalam kelompok ini memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun.

Kenaikan harga yang terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasikasi sebesar 17,25 persen pada bulan Mei 1998 diperkirakan dapat mendorong laju inflasi yang relatif tinggi pada bulan mendatang. Kenaikan biaya transportasi ini merupakan akibat langsung dari kenaikan harga bahan bakar minyak. 

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Umum
6,88
12,76
5,49
4,70
5,24
Bahan makanan
10,15
16,07
5,42
6,80
3,90
Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
5,14
15,95
7,15
7,68
4,00
Perumahan
3,64
10,03
3,50
2,29
4,14
Sandang
12,56
15,62
12,50
4,34
4,53
Kesehatan
8,79
19,93
4,63
5,29
2,40
Pendidikan, rekreasi, dan olahraga
3,72
8,42
2,18
1,50
1,41
Transportasi dan komunikasi
5,84
5,81
1,59
4,94
17,25
Inflasi menurut kelompok bahan makanan
 dan  perkembangan Besaran Moneter, Maret 1998 - Mei 1998 (miliar Rp.)
Catatan: Perhitungan inflasi ini merupakan indeks harga gabungan 44 kota. Sumber : Biro Pusat Statistik

Jika dilihat dari fakta dan data diatas terlihat bahwa terdapat beberapa masalah yang dihadapi Indonesia saat itu. Masalah utamanya adalah inflasi yang menyebabkan adanya beberapa masalah baru, antara lain:
a.      Harga barang-barang naik secara keseluruhan dan terus menerus
b.      Nilai mata uang turun
c.       Daya beli masyarakat berkurang
d.      Meningkatnya pengangguran
Masalah-masalah tersebut dapat diatas dengan cara memberikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut adalah kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

A.     Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Dalam kebijakan moneter terdapat 2 jenis kebijakan moneter, antara lain:

·         Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini juga disebut kebijakan ekspansif dimana tujuan utamanya adalah menambah uang beredar.

·         Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi / membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Kebijakan ini juga disebut sebagai kebijakan kontraktif. Dalam kebijakan uang ketat terdapat 6 cara untuk mengatasi inflasi atau untuk mengurangi jumlah uang beredar, yaitu:
a.      Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

b.      Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

c.       Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

d.      Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

e.      Kredit selektif
Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit

f.        Politik sanering
Ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1

B.      Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah kebijakan anggaran / politik anggaran, yaitu:
a.      Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif.
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

b.      Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif.
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

c.       Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Kebijakan fiskal dibagi menjadi dua, yaitu:
a.      Kebijakan Fiskal Ekspansioner yaitu peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
b.      Kebijakan Fiskal Kontraksioner adalah pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.

  V.            KESIMPULAN
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997 berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi.

Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistem perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.

Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistem managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi krisis ekonomi dalam perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut sering kita kenal dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Dalam kebijakan moneter terdapat 6 cara untuk mengatasi masalah perekonomian makro. Keenam cara tersebut adalah open market, politik diskonto, politik sanering, kredit selektif, rasio cadang wajib, dan himbauan moral. Keenam cara tersebut adalah untuk mengatasi uang yang beredar. Seperti halnya open market dengan cara membeli atau menjual surat berharga. Lalu politik diskonto dengan cara menaikan atau menurunkan suku bunga agar masyarakat berkeinginan untuk berinvestasi.

Kebijakan fiskal memainkan peranan yang sangat besar dalam upaya penyehatan perbankan. Langkah utama yang dilaksanakan adalah : penutupan bank-bank yang sangat tidak sehat (dengan tingkat kecukupan modal kurang dari negatif 25%), penambahan modal bank (dari yang tingkat kecukupan modalnya sampai dengan negatif 25% agar menjadi positif 4%), serta penerbitan obligasi atau surat utang negara (SUN). Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.



VI.            DAFTAR PUSTAKA
1.      Rahardja,Prathama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). 2008. Jakarta : LPFE Universitas Indonesia.
2.      http://karimahpatryani.wordpress.com/2011/05/15/kebijakan-fiskal/
3.      http://kinantiarin.wordpress.com/kebijakan-moneter/