Kamis, 29 September 2011

Selimut Terindah untuk Ibu

Selimut Terindah untuk Ibu

Nuansa indah di pagi hari membuat Lizi bersemangat sekali untuk menyambut datangnya pagi yang tampak indah ini. Apa gerangannya yang membuat Lizi tampak senang di pagi hari ini? Ya tepat pada hari ini dia akan menerima semua hasil yang telah dia kerjakan selama 3 tahun dia berada di bangku SMA. Hari ini, ya hari ini dia akan menghadiri wisuda sekolahnya. Dan Lizi tampak bersemangat sekali sampai – sampai dia sengaja untuk bangun lebih pagi dan langsung bergegas untuk mandi. Namun saat dia bergegas ke kamar mandi, dia teringat akan kejadian semalam yang sangat membuat dia shock sekali. Kejadian semalam akan merubah segalanya yang telah ia miliki. Kehidupan yang nyaman dan kebahagiaannya yang telah dia miliki selama ini akan segera raib begitu saja.
Kejadian semalam merupakan kejadian yang membuat kakaknya, Dio dan dia sendiri shock dan tidak bisa berkata apa – apa lagi. Ya, semalam tepat pukul 8 malam Lizi dan kakak semata wayangnya di kumpulkan oleh bunda mereka di ruang keluarga untuk mendengarkan berita dari ayah mereka berdua.
“ Dio dan Lizi, ayah tahu kalian pasti akan berat menerima kenyataan ini tapi ayah minta sama kalian untuk tegar menerima semua keputusan bunda dan ayah ini.” Ujar Pak Harsya kepada kedua anaknya.
“Memangnya apa keputusan ayah dan bunda? Memangnya ini sangat berpengaruh kepada aku sama ka Dio?” Tanya Lizi pada ayahnya
“ Iya yah, tidak biasanya ayah mengumpulkan kita di ruang keluarga seperti malam ini. Pasti ada hal penting banget yang ayah mau sampaikan ke kita.” Tambah Dio dengan melirik kearah bundanya yang dari tadi hanya diam saja.
“ Iya, hal ini memang penting sekali. Ayah akan mulai menjelaskan kenapa kalian ayah kumpulkan di ruang keluarga ini. Ayah tahu pasti ini akan sulit untuk kalian, terutama untuk kamu Lizi. Tapi ayah minta kalian berjanji kepada ayah bahwa kalian berdua akan tetap satu dan tak akan terpisahkan oleh apapun dan satu hal lagi yang ayah minta, tolong kalian jaga bunda kalian baik – baik hingga bunda kalian di panggil oleh Tuhan.” Pinta Pak Harsya kepada kedua anaknya yang bingung sama pernyataan ayahnya barusan.
“Dio tidak mengerti maksud ayah barusan. Kita pasti akan tetap jadi saudara sampai kita meninggal nanti dan kita akan menjaga bunda untuk selamanya. Itu pasti kok ayah!”
“Dio dan Lizi, bunda minta kalian tenang dulu ya sayang. Begini sayang, setelah bunda dan ayah diskusi selama berhari – hari hingga berbulan –bulan ayah dan bunda telah mengambil keputusan bahwa kami berdua harus bercerai karena ada permasalahan yang menunjukkan perbedaan pandangan diantara kami. Bercerai adalah hal yang mungkin sekarang cukup tepat untuk kondisi kami. Bunda tahu pasti kalian berat untuk menerima keputusan kami tapi kami rasa ini adalah hal yang terbaik buat bunda dan ayah. Tentu tidak bisa di pungkiri lagi bahwa kalian juga sudah mengetahui permasalahan yang sedang bunda dan ayah hadapi. Bunda dan ayah hanya minta satu kepada kalian. Kalian harus tetap bersama hingga ajal kalian menjemput.” Ujar Ibu Diana sambil meneteskan air matanya.
“Itu pasti bohong kan bunda, bohong kan ayah? Kalian pasti bohong sama aku dan kak Dio.” Teriak Lizi sambil berlari ke kamarnya.
“Lizi, dengarkan penjelasan ayah dulu. Ayah belum selesai bicara ke kalian. Lizi, Lizi, Lizi!!” Teriak Pak Harsya sambil berusaha mengejar Lizi
“Sudah ayah, biarkan Lizi menenangkan pikirannya dulu. Sekarang kita mesti pikirkan kelanjutan masa depan anak- anak kalau kita sudah tidak jadi suami istri lagi.”
“Iya bun, tapi sikap Lizi itu loh yang tidak sopan sama kita. Masa saya belum selesai bicara dia sudah pergi begitu saja. Ya sudah lah kita bicarakan besok saja masalah ini. Saya capek dan pengin tidur.” Sahut Pak Harsya sambil berlalu menuju kamarnya.
“Ayah tunggu, tunggu dulu. Aku mau bicara sama ayah. Kenapa ayah sama bunda tega bikin aku sama Lizi sedih dengan rencana kalian yang akan bercerai. Bagaimana dengan kehidupan kita nanti kalo kalian sudah bercerai? Bagaimana yah, bunda? Apa kalo nanti kalian bercerai maka selesai juga kuliah aku? Jawab bunda, jawab ayah. Ini ga adil untuk aku dan Lizi.” Teriak Dio
“Dio, ayahmu masih capek. Kita bicarakan besok sore saja ya setelah kamu, Lizi dan ayahmu pulang dari kegiatan kalian masing – masing.”
“ Tapi bun..”
“ Dio, bunda tahu pasti kamu kecewa dengan bunda dan ayah namun ini pilihan terakhir bunda dan ayah, sayang. Bunda juga sebenarnya tidak ingin berpisah dengan ayahmu tapi ini adalah jalan terbaik untuk kita semua. Bunda mohon kamu mengerti ya sayang.”
Itulah kejadian semalam yang tidak mungkin Lizi bisa lupakan. Ayah dan bundanya akan segera bercerai. Namun karena hari ini adalah hari yang sudah ia tunggu – tunggu, maka dia tidak akan melewati kesempatan ini dengan hal sekecil apapun. Lizi pun langsung bergegas mandi dan berganti baju.
Dua puluh menit kemudian, Lizi telah sampai di depan gedung Kartini beserta ayah, bunda dan Kak Dio. Lizi terlihat sangat cantik dengan kebaya silvernya dan high heels yang ia kenakan. Selain Lizi, Dio pun terlihat gagah dengan setelan jas hitamnya.
Tak lama kemudian, keluarga Harsya Kurnia telah berada di ruang serbaguna gedung Kartika dimana ruang serbaguna itu merupakan tempat wisuda Lizi. Setelah beberapa menit mereka duduk di tempat yang di sediakan, acara pun segera di mulai. Setengah jam berlalu, nama Lizi pun di panggil untuk naik ke atas panggung dan menerima sebuah piagam. Dan akhirnya Lizi pun di nyatakan lulus dengan nilai terbaik program IPA. Keluarga Lizi sangat senang dengan hasil yang mereka terima. Namun kebahagian itu tidak berlangsung lama karena dua minggu kemudian ayah Lizi, Pak Harsya tiba – tiba pergi begitu saja dengan membawa semua kekayaan yang seharusnya menjadi milik Ibu Diana. Dan setelah kejadian tersebut kehidupan Lizi berubah total. Yang dahulunya hidup berkecukupan sekarang keluarga mereka hidup sangat pas – pasan hingga mungkin harus mengutang pada tetangga yang ada di sekitar mereka.
2 tahun kemudian,
Lizi sekarang telah berusia 20 tahun dan dia sudah melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu masuk ke universtitas negeri di kota tempat ia tinggal bersama keluarganya sekarang. Sekarang dia hanya tinggal bertiga bersama bundanya dan kakaknya. Sehari – hari Kak Dio dan bundanya lah yang mencari nafkah untuk membiayai semua kebutuhan hidup mereka dan untuk kuliah Lizi. Dio sekarang bekerja di sebuah restoran dan dia sudah tidak melanjutkan kuliahnya lagi karena tidak adanya biaya. Tetapi Dio tidak menginginkan hal itu terjadi pada Lizi, maka dari itu dia berusaha sekuat tenaga untuk membiayai semua kebutuhan hidup keluarga mereka dan membiayai semua kuliah Lizi. Bu Diana, bunda dari Lizi juga tidak mau kalah dengan Dio. Dia berusaha untuk membuat kue yang setiap paginya ia jual di warung – warung dekat rumahnya dan hasil yang ia dapat digunakan untuk menutupi biaya kehidupan sehari – hari yang masih belum cukup. Namun hal itu tidak membuat Lizi merasa prihatin dengan keadaan keluarga mereka, ia masih sering menghambur – hamburkan uang milik orang tuanya. Hingga pada suatu saat..
“ Bunda, bunda” Teriak Lizi dari kamarnya
“Ada apa sih Lizi, bunda sedang sibuk membuat kue untuk di jajakan di warung – warung”
“Bunda, mana uang ongkosku hari ini? Aku harus buru – buru ke kampus nih, pagi ini ada kuliah jam 8. Oya, nanti aku mesti pulang malam karena mau mengerjakan tugas dari dosen di rumah Vita.”
“Sebentar ya bunda ambil dompet dulu di kamar”
“Cepetan bunda, Lizi buru – buru nih”
“Ini uang ongkos kamu hari ini, pagi ini kamu diantar sama kakakmu ya biar ngirit sedikit”
“Apa? Dianter? Wong Kak Dio saja belum bangun. Bunda kenapa uang ongkos aku kurang sih. Aku minta Rp 200.000,00 buat hari ini karena pasti nanti butuh ongkos untuk kerumah Vita”
“Yaampun Lizi, bunda tidak punya uang segitu. Bunda hanya punya uang Rp 50.000,00. Ini aja mesti bunda sisihkan untuk uang belanja hari ini. Sudah bunda bawain uang Rp 20.000,00 saja ya.”
“Ah bunda pelit banget sama aku, yaudah mana sini uang Rp 50.000,00 nya? Aku bawa dulu ya, nanti kalo ada sisa pasti aku balikin tapi kalo ingat ya.” Ujar Lizi sambil bergegas pergi ke kamar untuk mengambil tas.
“ Lizi, kamu tidak sarapan dulu? Bunda bawain rantang ya buat bekal kamu ke kampus?”
“ Gausah deh bunda, kampungan banget bawa rantangan ke kampus. Aku kan bukan anak kecil lagi yang mesti bawa rantangan untuk bekal makan siang. Udah ya aku berangkat dulu.” Teriak Lizi dari teras rumahnya dan pergi begitu saja tanpa berpamitan pada bundanya.
“Astagfirullah Lizi, Lizi. Kok kamu berubah begini sih nak. Bunda sudah tidak kuat dengan kelakuan kamu.” Ucap Bu Diana sambil mengelus dadanya.
Tak lama kemudian Dio bangun dan merasa heran dengan sikap ibunya yang sedang mengelus – ngelus dadanya.
“Bunda, ada apa?”
“ Eh kamu Dio, sudah bangun?”
“Sudah kok, oya mana Lizi? Kok dari tadi aku tidak melihatnya?”
“Dia barusan saja berangkat, katanya ada kuliah jam 8 makanya dia berangkat pagi – pagi. Kamu tidak siap – siap berangkat kerja?”
“Nanti dulu ah bun, aku masih ngantuk. Oya bun, kenapa tadi bunda diam saja melihat ke arah pintu depan. Memangnya tadi ada apaan sih bun?”
“Oh, ga. Bunda hanya sedih aja melihat tingkah laku Lizi akhir – akhir ini. Dia sudah jarang bersikap baik seperti dahulu dan dia juga menjadi sering marah – marah apalagi kalo uang ongkosnya kurang.”
“Iya bun, sabar aja ya bunda. Mungkin Lizi belum bisa menerima kenyataan bahwa kehidupan kita telah berubah. Dio yakin pasti suatu saat Lizi akan mengerti kondisi kehidupan kita sekarang.”
“Bunda juga berharap begitu. Yaudah sekarang kamu mandi dan sarapan ya. Bunda mau melanjutkan bikin kue dahulu”
* * * * * * *
            Selang beberapa hari kemudian, Dio bertemu dengan Lizi di depan sebuah diskotik. Lizi saat  itu tampak sedang mabuk dan hampir saja mau pingsan. Dio merasa heran dengan kondisi Lizi saat itu dan akhirnya ia membawanya pulang. Saat sesampainya di rumah, bunda mereka sangat terkejut dengan apa yang terjadi pada Lizi.
“Astagfirullah Lizi, apa yang terjadi dengan kamu sayang? Kenapa kamu mabuk begini?”
“ Apaaan sih lu, minggir gua mau ke kamar. Awas ya kalo kalian ganggu – ganggu gw. Gw mau tidur. Capek!” Bentak Lizi tanpa sadar.
“Sabar bun, Lizi dalam keadaan mabuk. Kita tidak bisa menanyakan apa –apa kalo kondisi Lizi masih mabuk. Lebih baik kita menanyakan apa yang terjadi pada Lizi besok pagi saja setelah dia bangun. Sekarang bunda lebih baik tidur biar Dio yang menyelimuti Lizi.”
“Iya Dio”
Keesokkan paginya, Dio membangunkan Lizi dengan menyiramkan air kea rah mukanya Lizi, sontak Lizi terbangun dan marah –marah. Namun Dio tidak menghiraukan bentakan Lizi, dia langsung menyeret Lizi keluar kamar dan menuju ke dapur tempat dimana bunda mereka sedang menyiapkan kue. Bunda terkejut dengan sikap Dio dan berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Dio. Dio lalu menepis tangan bundanya tanpa melepaskan tangan Lizi. Bundanya pun terjatuh.
“Bunda, bunda…maafkan Dio. Dio tidak bermaksud kasar.” Kata Dio sambil membantu bundanya berdiri.
“Kamu sih kak, main nepis tangan bunda begitu saja.”
“Diam kamu, kamu ini tuh yang membuat keadaan kayak begini. Ayo sekarang bantu kakak membangunkan bunda dan kita bawa ke kamar”
“Sudah, sudah. Bunda bisa kok berdiri sendiri”
“Lizi, semalam kamu kemana dan ngapain saja? Kenapa kakak menemukan kamu dalam keadaan mabuk di sekitar tempat kerja kakak.” Bentak Dio
“ Ah ga kemana – mana, kakak saja kali yang salah lihat. Orang aku lagi ke tempat Lila buat menghadiri acara ulang tahun dia”
“Oh itu yang namanya menghadiri ulang tahun teman kalo kamu kakak temukan di depan sebuah diskotik dekat restoran tempat kakak kerja?”
“Loh kok kakak tahu kalo aku ke diskotik semalam bersama teman – teman?”
“ Jadi benar kamu semalam ke diskotik bersama teman- teman kamu? Ayo jawab Lizi. Tadi kamu bilang kalo kamu ke ulang tahun Lila?
“Sebenarnya semalam Lizi ke diskotik sama teman- teman Lizi dan Lizi mabuk. Tapi bunda, ini baru pertama kok bun.”
“Apa?”
Tiba –tiba bunda mereka pingsan dan lama tak sadarkan diri. Hingga berhari – hari Bu Diana harus terbaring di kamarnya dan kondisinya semakin memburuk. Dio harus lebih keras lagi bekerja untuk menghidupi bundanya dan adik semata wayangnya. Dan di saat ini lah Lizi merasa sangat berdosa karena dia telah menyebabkan bundanya sakit hingga berlarut – larut. Akhirnya dia berusaha untuk menembus kesalahannya dengan ikut bekerja bersama kakaknya di restoran tempat kak Dio bekerja. Dia bekerja dengan sangat giat sekali sampai – sampai Dio merasa heran dengan perubahan sikap Lizi yang sudah tidak manja lagi dan tidak marah – marah lagi. Sampai terkadang Lizi bekerja hingga larut malam karena dia mengambil lembur karyawan lain. Akhirnya setelah beberapa hari ia bekerja, dia mendapatkan gaji untuk pertama kalinya. Dengan gaji pertamanya, dia membelikan sebuah selimut yang cukup hangat untuk bundanya. Malam hari setelah ia dan Kak Dio sampai dirumah, Lizi langsung berlari ke kamar bundanya dan menunjukkan apa yang dia bawa untuk bundanya.
“Bunda sayang, Lizi membawakan sesuatu untuk bunda. Coba bunda lihat.”
“Apaan ini zi? Bantu bunda untuk bangun dulu ya.”
“Iya bunda”
“ Selimut zi? Tapi ini kan mahal zi, dari mana kamu mendapatkan uang untuk membelikan ini buat bunda?”
“ Lizi membelikan ini dari uang hasil jernih payah dia kok bun, dia selama beberapa minggu terakhir ini bekerja di restoran tempat aku bekerja bun. Dia pekerja keras bun, baru beberapa hari saja sudah mendapatkan uang yang banyak.” Tutur Dio sembari duduk di sebelah Lizi dan bunda.
“Benar begitu Lizi?”
“Benar bunda, Lizi sengaja bekerja untuk membelikan bunda selimut hangat agar bunda tidak kedinginan lagi.”
“ Terima kasih Lizi. Bunda sudah sangat senang dengan perubahan sikap kamu. Dan buat kamu Dio, bunda minta sama kamu untuk tetap menjaga adikmu sampai kamu tua nanti ya. Bunda tidak mau kalian berantem lagi apalagi mempermasalahkan hal – hal yang tidak penting. Sekarang bunda pengin istirahat menggunakan selimut baru pemberian Lizi. Lizi tolong selimutkan bunda ya sayang.” Pinta Bu Diana
“Baik bunda”
Dalam keheningan malam, Bu Diana tertidur di bawah selimut hangat pemberian Lizi. Lizi pun turut menemani bundanya dan dia juga tertidur pulas di sebelah bundanya. Namun ini adalah malam terakhir Lizi bisa tidur bersama bundanya karena bundanya sudah tertidur untuk selamanya di bawah selimut hangat pemberian dari Lizi.
Keesokan harinya Lizi terbangun dan mendapatkan bundanya sudah tertidur pulas dengan senyuman hangat di bibir mungilnya. Lizi dan Dio hanya bisa pasrah melihat bunda yang sangat mereka sayangi telah pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar