Pengeluaran Pemerintah di Sektor Lingkungan,
Hukum, dan Ketertiban
Oleh
SMAK 05
Hapsari Widayani (23211213)
J. Asfirotun (27211827)
Siti Iqlima Zeinia (26211808)
A.   Pengeluaran
Pemerintah di Bidang Lingkungan
Pengeluaran
Indonesia untuk tujuan lingkungan relatif rendah hampir satu dasawarsa ini. Ada
dua alasan yang menjelaskan tren ini. Pertama, secara tradisi pemerintah
memprioritaskan sektor lain dalam rencana pembangunan nasionalnya. Kedua,
tingkat pengeluaran lingkungan yang rendah menandakan pemungutan pendapatan
lingkungan yang tidak memadai dan harga sumber daya lingkungan yang terlalu
rendah. Walaupun prioritas belanja pemerintah adalah masalah kerangka
perencanaan pembangunan nasional, ada berpendapat bahwa ketidak-optimalan
struktur fiskal inilah yang menggerus kapasitas pemerintah untuk berinvestasi dalam
prasarana lingkungan, jasa, dan penggunaan sumber daya alam yang lebih baik.
Peraturan kebijakan fiskal yang terdistorsi tidak
memberikan insentif yang tepat untuk pengelolaan sumber daya alam yang efisien.
Di sektor energi, subsidi bahan bakar dan listrik merupakan distorsi terbesar.
Pasalnya, kedua kebijakan itu telah mendorong konsumsi berlebih, membebani
anggaran, dan menguntungkan kelompok berpenghasilan tinggi. Di sektor kehutanan,
struktur insentif dan hukum yang ada tidak efektif membatasi pembalakan liar
atau memperlambat penggundulan hutan. Di sektor lainnya - terutama perikanan dan
pertambangan distorsi kebijakan telah berkontribusi ke pola panen tak berkelanjutan
dan kegiatan penambangan ilegal. Di semua sektor, distorsi kebijakan muncul
akibat bertentangannya peraturan sektoral dan hukum nasional terutama hukum
desentralisasi. Ini mengurangi keefektifan lembaga untuk menerapkan kebijakan
yang berkelanjutan secara lingkungan.
Untuk
mengatasi distorsi kebijakan ini, diperlukan reformasi kebijakan fiskal lingkungan
yang menyeluruh, yang menggunakan sistem perpajakan dan instrumen penetapan harga
untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga memberi insentif untuk mengubah
perilaku.
Gambar.
Pendapatan dan Pembelanjaan Lingkungan
·                    
Pengeluaran
Belanja Total Antara 2001 dan 2008  
Berdasarkan
rata-rata tahunan, pendapatan lingkungan telah melampaui pembelanjaan sebesar
rata-rata Rp 2.3 triliun (harga 2001 konstan) per tahun. Namun, angka awal dan proyeksi
untuk anggaran 2007-2008 menunjukkan bahwa pembelanjaan mungkin telah meningkat
secara signifikan, mungkin membalikkan tren itu. Jika subsidi bahan bakar
disertakan di sisi pembelanjaan dan minyak/gas di sisi pendapatan, pendapatan
tetap lebih besar. Akan tetapi, di sini pola pendapatan juga berfluktuasi
secara signifikan, memuncak pada 2005 dan menurun sejak itu, sementara
pembelanjaan bergerak paralel dengan tren pendapatan. Pendapatan tahunan
memiliki rata-rata sekitar Rp107 triliun per tahun, sementara pembelanjaan
rata-rata Rp 55 triliun, menyisakan selisih sekitar Rp 52 triliun per tahun
pada 2001-2008.
Arus
pendapatan dari penggunaan sumber daya alam sangat berfluktuasi pada tahun
2001-2008, menimbulkan keraguan tentang validitas sebagian data ini. Secara
rata-rata, total pendapatan berbasis sumber daya alam adalah sebesar Rp 107
miliar per tahun pada masa ini. Pendapatan minyak dan gas membentuk bagian
terbesar, menyumbang 94 persen total pendapatan sumber daya alam. Berkaitan
dengan pendapatan pemerintah pusat keseluruhan, pendapatan berbasis sumber daya
alam mencapai rata-rata 24 persen per tahun pada 2001-2008. Porsi pendapatan
berbasis migas yang tinggi ini menandakan bahwa pemungutan pendapatan di sektor
lain dapat ditingkatkan secara signifikan. Secara rata-rata pendapatan tumbuh 8
persen per tahun, tetapi ini menyembunyikan pola yang sangat tak menentu antara
tahun ke tahun. Misalnya, pendapatan kehutanan tumbuh 55 persen pada 2001,
tetapi lalu menurun drastis sebesar 46 persen tahun berikutnya. Tahun-tahun
selanjutnya menunjukkan pola tak menentu serupa, dan sektor lainnya, terutama
perikanan, juga menampakkan fluktuasi ekstrim yang sama. Mutu data yang buruk
dapat dijelaskan sebagian dengan fakta bahwa informasi tentang pendapatan
lingkungan yang dijatahkan untuk pembelanjaan lingkungan tidak dipungut secara
sistematis oleh KLH.
Gambar. Pengeluaran Belanja
Lingkungan
Pembelanjaan
lingkungan nominal telah meningkat dalam jumlah besar pada periode 2001-2008.  Pada 2008, pembelanjaan lingkungan nominal
nasional adalah Rp 10.3 triliun, naik dari Rp 1.9 triliun pada 2001.
Peningkatan ini tidak stabil, menunjukkan l 
uktuasi antara 2003 dan 2005, bahkan menurun pada 2004. Pada 2006, ada
lonjakan sangat besar dari Rp 6.1 triliun menjadi 9.3 triliun. Pembelanjaan
lingkungan masih merupakan butir kecil dalam ekonomi keseluruhan, tetapi telah
naik porsinya pada tahun-tahun terakhir. Pembelanjaan lingkungan sebagai bagian
dari total pembelanjaan pemerintah relatif kecil, bergerak dalam rentang
0.6-1.2 persen PDB pada 2001 - 2008. Apabila dibandingkan dengan PDB
keseluruhan, porsinya bahkan lebih kecil, pada 0.24 persen pada 2008. Secara
nyata, pembelanjaan lingkungan tumbuh rata-rata sekitar 30 persen per tahun
antara 2001 dan 2008.Meskipunekonomi tumbuh dan pembelanjaan pemerintah
meningkat, pengeluaran untuk tujuan lingkungan masih relatif rendah
dibandingkan dengan sektor lain, dengan adanya pembayaran bunga dan subsidi
yang mendesak butir pembelanjaan lain. Alokasi sumber daya Indonesia yang
rendah untuk sektor lingkungan telah terjadi dalam konteks ekonomi yang baik.
Antara 2001 dan 2008, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi secara nyata,
sementara total belanja pemerintah sebagai porsi PDB juga meningkat. Penguraian
ke dalam kategori belanja lain menunjukkan bahwa pemerintah memprioritaskan
menaikkan alokasi anggaran untuk pendidikan dan pemerintahan, sehingga porsi
anggaran kedua hal itu meningkat secara signii 
kan. Porsi pendidikan naik 5.4 persen, sedangkan porsi pemerintahan naik
sebesar 11.8 persen. Apabila dibandingkan, porsi belanja untuk lingkungan hanya
naik 0.6 persen pada periode yang sama. Secara keseluruhan, total belanja
didominasi oleh komitmen pemerintah untuk membayar bunga utang dalam negeri dan
subsidi: anggaran pemerintah pusat mengalokasikan rata-rata 30 persen total
belanja per tahun untuk subsidi bahan bakar.
Indonesia
telah melampaui periode pasca krisis kini Indonesia telah memiliki sumber daya
keuangan yang memadai  untuk  memenuhi 
kebutuhan  kegiatan  pembangunan. 
Kebijakan  makroekonomi  yang 
hati-hati, terutama kebijakan untuk menekan defsit anggaran, merupakan
hal yang sangat penting dalam pemulihan ekonomi. 
Kini
saatnya untuk mengambil langkah-langkah peningkatan sesuai dengan apa yang
telah dicapai beberapa tahun belakangan ini serta menggunakan sumber-sumber
keuangan negara secara efektif dan efsien untuk memperbaiki mutu pendidikan,
perluasan layanan kesehatan, menutup kesenjangan infrastruktur yang sangat
penting, semuanya untuk menanggulangi kemiskinan dan membangun ekonomi yang
kompetitif.  
Dibandingkan
dengan negara-negara lain di kawasan sekitar, Indonesia berada pada urutan
paling bawah dalam pelayananan terhadap akses air bersih,  listrik, dan sanitasi. Hanya 40 persen dari
penduduk  Indonesia memiliki akses
terhadap air keran (PDAM) dan sepertiga penduduk Indonesia (lebih dari 70 juta)
tidak memiliki akses jaringan listrik. Keadaan ini tidak mengalami peningkatan
cukup berarti selama beberapa tahun terakhir ini. Investasi Indonesia untuk
infrastruktur masih terlalu kecil. Investasi 
infrastruktur publik mengalami penurunan secara dramatis setelah krisis,
sampai sekitar 1 persen dari PDB pada 2000. Saat ini, total investasi
infrastruktur publik—dari keseluruhan sektor publik, BUMN dan swasta—berjumlah
3.4 persen dari PDB, yang masih sangat jauh dibawah tingkat investasi sebelum
krisis antara 5 - 6 persen dari PDB. 
©     
Terdapat tiga alasan penyebab kinerja
tersebut: 
•  Intensitas modal 
Sektor  infrastruktur cenderung memiliki alokasi
modal yang  lebih besar dari pada  sektor sosial (terutama pendidikan). Setelah
krisis ekonomi, Indonesia, seperti halnya kebanyakan negara pasca krisis,
memotong anggaran modal mereka, yang berpengaruh buruk  terhadap 
investasi  infrastruktur,  secara 
tidak proporsional. 
•  Kehati-hatian sektor
swasta. 
Kevakuman
yang disebabkan oleh penurunan investasi infrastruktur publik yang begitu tajam
tidak pernah diisi kembali oleh investasi infrastruktur swasta. Ini masih
merupakan permasalahan sampai saat  ini:
yang diperlukan bukan saja peningkatan 
investasi  infrastruktur
publik,  tetapi  juga kemajuan dalam mendorong investasi
swasta melalui perbaikan dan peningkatan Iklim investasi, sejalan dengan
kerangka kerja yang lebih jelas untuk melakukan proyek-proyek kerja sama yang
melibatkan sektor publik dan swasta.
•  Desentralisasi
Pemerintah
daerah mengalokasikan  sebagian besar
pengeluaran mereka untuk  kebutuhan sektor
sosial dan administrasi kepemerintahan. Disisi lain, pemerintah pusat secara
terus-menerus melakukan pengeluaran 
dalam  jumlah  besar 
untuk  fungsi-fungsi  daerah 
terutama  sektor  kesehatan 
dan  pendidikan, yang mengakibakan
alokasi anggaran yang lebih sedikit 
untuk proyek-proyek  infrastruktur
berskala besar.
B.   Pengeluaran
Pemerintah di Bidang Hukum dan Ketertiban
Pembangunan  SDM semakin 
membaik  ditunjukkan  dengan 
pencapaian  Indeks Pembangunan
Manusia  (IPM) dan berbagai  indikator SDM dalam MDG.  IPM meningkat dari 0,572 menjadi  0,617. 
Pembangunan  pendidikan  dan 
kesehatan  menempati  posisi 
penting  dalam pembangunan
nasional yang diupayakan melalui peningkatan kualitas dan akses terhadap  layanan pendidikan  dan 
kesehatan.  Dalam  rangka 
mewujudkan  keadilan  yang 
lebih  merata,  perhatian khusus  terus 
diberikan  kepada masyarakat  berpendapatan 
rendah  dalam memperoleh pelayanan
pendidikan  dan  kesehatan. Melalui  Program Wajib Belajar  Pendidikan Dasar  9 
Tahun,  anak-anak berusia 7  – 15 
tahun diberi kesempatan yang  luas
untuk menempuh pendidikan dasar. Demikian pula masyarakat  yang 
tidak mampu  diberi  kemudahan 
untuk memperoleh  pelayanan  kesehatan melalui berbagai program.  Stabilitas  politik 
dan  sosial  terus 
terjaga.  Di  bidang 
politik,  Indonesia  merupakan 
negara demokrasi nomor tiga terbesar di dunia berdasarkan jumlah penduduk.
Demokrasi, modernitas, dan agama, berdampingan secara harmonis. Proses
konsolidasi demokrasi  terus dimantapkan.
Dengan jumlah penduduk yang besar dan 
jumlah pemerintah daerah sekitar 530, 
Indonesia  telah berhasil
melakukan  pemilihan  langsung 
Presiden  dan Kepala Daerah  dua 
kali  pada  tahun 
2004  dan  2009 secara jujur, adil, dan aman. 
  Di bidang hukum, Pemerintah memberikan
komitmen penuh untuk menegakkan prinsip negara hukum melalui penegakan  rule of 
law, supremasi hukum, dan kesetaraan di depan hukum sebagai pelaksanaan
mandat konstitusional. Tata kelola pemerintahan menuju Pemerintah yang bersih
dan bebas KKN terus diperbaiki. Opini WTP BPK atas Laporan Keuangan K/L pusat
meningkat dari 41 persen pada  tahun 2009
menjadi 63 persen pada  tahun 2011.  Jumlah PTSP di daerah meningkat dari  360 
menjadi  420.  Upaya 
pencegahan  dan  pemberantasan 
tindak  pidana  korupsi 
tanpa diskriminasi terus diperkuat dengan tetap mengedepankan prinsip
transparansi dan akuntabilitas. 
Indeks  Persepsi Korupsi  (IPK) 
terus membaik dari  2,0  pada 
tahun  2004 menjadi  2,8 
pada  tahun 2010 dan 3,0 pada
tahun 2011. Selain itu, strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi
yang sedang disusun pemerintah diharapkan dapat memberi gambaran  yang 
lengkap dan  terarah tentang
langkah-langkah percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan. 
  Situasi 
keamanan  dalam  negeri 
terus  terjaga  dengan 
baik.  Kegiatan  anti 
terorisme  terus ditingkatkan
melalui  penangkapan  teroris 
dan  pengungkapan  jaringannya. 
Gangguan  kamtibmas menurun  dengan 
meningkatnya  upaya  pencegahan 
potensi  gangguan  keamanan, 
baik  kualitas maupun  kuantitas. 
Di  bidang  pertahanan, 
Tentara  Nasional  Indonesia 
(TNI)  semakin meningkat
  Di dalam prioritas reformasi birokrasi dan
tata kelola, penekanan diberikan pada upaya untuk menciptakan  good 
governance  pada  instansi 
pusat  dan  daerah 
termasuk  dukungan  pendanaan untuk peningkatan kapasitas
penegakan hukum. Prioritas ini terkait dengan kerangka regulasi.
a)     
Sasaran
pengeluaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi nasional di bidang hukum dan
ketertiban yaitu :
1.      Meningkatkan
kualitas demokrasi Indonesia, yang diwujudkan melalui upaya peningkatan
kapasitas dan akuntabilitas lembaga demokrasi, peningkatan iklim politik
kondusif bagi berkembangnya kualitas kebebasan sipil dan hak-hak politik
rakyat,  serta peningkatan kualitas dan
kuantitas penyebaran dan pemanfaatan informasi publik yang dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat luas. 
2.      Meningkatkan
kemampuan memantau, mendeteksi secara dini ancaman bahaya serangan terorisme
dan meningkatnya efektivitas proses deradikalisasi.  
3.      Terdayagunakannya
industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan. Pencapaian sasaran
ini secara optimal akan meningkatkan kemandirian alutsista TNI dan alat utama Polri
baik dari sisi kuantitas, kualitas, maupun variasinya.  
4.      Meningkatnya
peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan menciptakan perdamaian
dunia.  
5.      Meningkatnya
upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan upaya peningkatan penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia di berbagai bidang. 
b)    
Adapun
kebijakan pemerintah antara lain :
1.      Menyempurnakan
tata kelola koordinasi pencegahan dan penangggulangan tindak kejahatan
terorisme, serta pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan tindak terorisme.  
2.      Melaksanakan
pendidikan politik untuk penanaman nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan kepada
masyarakat luas.  
3.      Meningkatkan
pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan, melalui
peningkatan pengadaan alutsista TNI dan Alut Polri, dan secara simultan
meningkatkan penelitian dan pengembangan, serta dukungan pendanaannya.  
4.      Meningkatkan
peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan perdamaian dunia melalui
peningkatan kerja sama multilateral di bidang kejahatan lintas negara dan
terorisme.  
5.      Peningkatan
koordinasi penanganan perkara Tipikor dan upaya penyelamatan aset hasil Tipikor
diantara penegak hukum.  
6.      Peningkatan
Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan HAM



Tidak ada komentar:
Posting Komentar